Wamentan Sudaryono Ajak Milenial Berperan dalam Ketahanan Pangan Nasional di Era Digital
JAKARTA – Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono mengajak generasi milenial untuk aktif menciptakan solusi inovatif di sektor pertanian guna memperkuat ketahanan pangan nasional.
Wamentan Sudaryono atau yang akrab disapa Mas Dar ini menyatakan bahwa generasi milenial memiliki potensi besar dalam membawa perubahan melalui pemanfaatan teknologi digital.
“Kita hidup di era dimana teknologi informasi dan komunikasi dapat menjadi alat yang sangat efektif dalam meningkatkan produktivitas pertanian. Saya mengajak milenial untuk terlibat dalam berbagai program dan inisiatif yang mendukung ketahanan pangan nasional,” ujar Wamentan dalam keterangannya di Jakarta, Senin (28/10/2024).
Wamentan Sudaryono juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan generasi muda. Menurutnya, sektor pertanian membutuhkan tidak hanya tenaga kerja, tetapi juga inovasi dalam pengelolaan sumber daya, pemasaran, dan distribusi produk.
“Kita perlu menciptakan platform digital yang dapat memfasilitasi interaksi antara petani dan konsumen, serta mendukung usaha kecil dan menengah di bidang pertanian,” tambahnya.
Dengan semangat kolaboratif dan pemanfaatan teknologi, Wamentan optimis bahwa milenial dapat menjadi pilar dalam mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan dan menghadapi tantangan pangan di masa depan.
Menurut Wamentan Sudaryono, jumlah petani di Indonesia saat ini didominasi oleh kalangan orang tua. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 38,02% petani adalah generasi baby boomers berusia 41-56 tahun. Sementara untuk petani muda hanya mencapai 21,93%, atau sekitar 6,2 juta orang.
Minimnya petani muda atau petani milenial menjadi perhatian serius Kementerian Pertanian karena menyangkut masa depan pangan di Indonesia. Oleh karena itu, pihaknya meluncurkan berbagai program untuk meningkatkan jumlah petani muda.
"Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Kementerian Pertanian mendorong pertumbuhan petani muda melalui Program Duta Petani Milenial (DPM) sebanyak 2,5 juta hingga tahun 2024. Kemudian program lain seperti, Duta Petani Andalan (DPA), Penerapan Digitalisasi Pertanian (PDP) dan Penumbuhan Wirausaha Muda Pertanian (PWMP), serta Program Petani Magang ke luar negeri," kata Mas Dar yang merupakan anak petani asal Grobogan, Jawa Tengah ini.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 04 Tahun 2019, petani milenial adalah mereka yang berusia 19 hingga 39 tahun dan adaptif terhadap teknologi digital. Program ini bertujuan untuk memulihkan perekonomian masyarakat pertanian, menumbuhkan semangat kewirausahaan, serta meningkatkan produksi pangan dan peternakan.
Sementara itu, Dewan Pengurus Pusat (DPP) Pemuda Tani Indonesia mengapresiasi upaya Kementerian Pertanian dalam mendorong regenerasi petani melalui berbagai program inovatif. Program seperti Youth Entrepreneurship and Employment Support Services (YESS), Wirausaha Muda Pertanian (PWMP), serta Duta Petani Milenial menunjukkan komitmen pemerintah dalam meningkatkan peran generasi muda di sektor pertanian.
Sekretaris Jenderal DPP Pemuda Tani Indonesia, Suroyo, menekankan pentingnya pendekatan holistik untuk menarik minat generasi muda agar terlibat dalam pertanian. Ia menegaskan, tantangan dalam mendorong regenerasi petani sangat kompleks, mengingat rendahnya minat generasi muda yang terjun ke sektor ini.
“Dari data sensus pertanian 2023, hanya 22% generasi muda yang aktif di sektor pertanian. Kita perlu meningkatkan angka ini untuk menghadapi tantangan masa depan,” ujar Suroyo.
Suroyo juga memuji program Brigade Pangan yang dilaksanakan di 12 provinsi, yang melibatkan organisasi kepemudaan untuk mengelola agribisnis komoditas pangan. Ia percaya bahwa insentif dan akses terhadap teknologi pertanian akan mempermudah generasi muda untuk terjun ke bidang ini.
Menanggapi tantangan era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity), Suroyo menyatakan perlunya generasi muda yang adaptif dan kompeten.
“Adaptasi terhadap perubahan sangat penting dalam menghadapi ketidakpastian iklim dan kebutuhan pasar,” tambahnya.
Sumber:
https://pertanian.go.id/